Upacara Sesaji Mahesa Lawung adalah upacara adat sakral di kraton Surakarta Hadiningrat
secara turun temurun. Upacara ini di selenggarakan di Hutan Krendawahana, Gondangrejo, Karanganyar. Upacara ini ditujukan untuk persembahan kepada Bathari Kalayuwati, Yang diyakini sebagai pelindung gaib Keraton Surakarta di bagian utara Hutan.Krendawahana adalah sebuah hutan yang sampai sekarang masih terkenal dengan keangkerannya. Karena dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bathari Kalayuwati [Durga].
Menurut Pengageng Museum dan Pariwisata Kraton, GPH Puger bahwa upacara ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan supaya terhindar dari segala macam marabahaya.
Bentuk Sesaji dan Ubarampe Upacara
Perlengkapan sesaji yang digunakan di antaranya kepala Mahesa Lawung [kerbau yang masih perjaka dan belum pernah dipekerjakan] beserta empat telapak kakinya, walang atogo [berbagai jenis belalang] sebagai simbol rakyat kecil. Juga sesaji lain yang terdiri atas barang mentah dan matang yang kesemuanya menyimbolkan makna-makna tertentu, dimana sesaji ini dimaksudkan juga sebagai wilujengan nagari (keselamatan negara).
Prosesi Upacara
Upacara Mahesa Lawung diawali dengan menata semua sesaji dan perlengkapan upacara di Bangsal Sitihinggil Kraton Kasunanan Surakarta, lalu semua peserta upacara melakukan doa bersama di sana
Prosesi ritual ditandai dengan keluarnya berbagai sesaji dari Dalem Gondorasan [dapur keraton] sekitar pukul 09.00. Setelah dibawa ke sitihinggil keraton, GPH Puger kemudian menyerahkan ubarampe sesaji kepada utusan keraton. Setelah itu rombongan menuju ke Hutan Krendhawahono untuk melanjutkan ritual yang menjadi puncak Upacara Mahesa Lawung. Sesampai di tengah hutan, sesaji diletakkan di puncak sebuah punden yang berada di bawah pohon beringin besar.
Sesaji yang paling utama adalah potongan kepala kerbau yang dibungkus dalam kain kafan. Selain itu terdapat berbagai macam sesaji seperti aneka bunga, ayam ingkung, kelapa muda, serta aneka serangga, binatang melata dan binatang berbisa, yang sering disebut dengan "Sesaji Kutu-kutu Walang Atogo".
Asap
kemenyan mulai menyebarkan wanginya keseluruh pelosok hutan dan doa-doa
kembali dilantunkan. Pemimpin upacara mulai mendaraskan doa dan
disambut peserta upacara dengan mengucapkan kata "rahayu". Satu persatu
kerabat Kraton Kasunanan Surakarta naik ke atas punden untuk meyampaikan
doa pribadi masing-masing. Beberapa Sentono dan Abdi dalem juga
bergiliran untuk berdoa di atas punden. Setelah selesai upacara, kepala
kerbau tersebut dikuburkan ditempat tersebut dan sesaji yang lain
dibagi-bagikan kepada para peserta upacara.
Doa
dalam Upacara Mahesa Lawung adalah doa-doa untuk memohon keselamatan
kepada Tuhan agar dijauhkan dari mara bahaya dan bencana. Permohonan ini
tidaklah sebatas kata, tapi dimaknai dengan keberanian untuk bersesaji
atau berkorban. Upacara Mahesa Lawung adalah sebuah gambaran dari tekad
untuk membunuh sifat-sifat "kerbau" dalam hati manusia dan
menguburkannya dalam-dalam. Kerbau merupakan penggambaran dari
sifat-sifat buruk manusia seperti kebodohan, kemalasan dan sikap acuh
tak acuh terhadap sekitar. Dengan keberanian untuk mengorbankan
sifat-sifat buruk tersebut, diharapkan muncullah hubungan baik dari
segala unsur semesta ini, baik hubungan antara manusia dengan sesamanya,
dengan alamnya, maupun dengan Tuhan Sang Penguasa alam ini, demi
mewujudkan kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan dijauhkan dari
bencana.
Sumber Referensi :
- Karaton Surakarta Hadiningrat, Solo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar